Sabtu, 02 November 2013

Kisah Sang Filsuf dan Pria Putus Asa


Seorang pria mendatangi salah seorang filsuf yang dianggap diangap banyak orang sebagai orang yang bijaksana, “Guru, saya sudah bosan hidup, saya sudah sangat jenuh dengan semua ini, rumah tangga saya berantakan. usaha saya kacau dan papun yang saya lakukan selalu berantakan, saya ingin mati saja” kata pria ini. Sang Filsuf hanya tersenyum dan berkata “Oh, kamu sakit”.   “Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan ini. Itulah sebabnya saya ingin mati” sanggah si pria.  Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya. Sang   Master meneruskan, “Kamu sakit. Dan saya menyebut penyakitmu itu dengan sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan”.

2rcojeo“Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma kehidupan, sebenarnya Hidup ini berjalan terus, sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kebanyakan  kita menginginkan status-quo, kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir, Itulah sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit.Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga, perbedaan pendapat  itu memang wajar, lumrah tinggal bagaimana kita saja untuk dapat kompromi dengan perbedaan tersebut sehingga kebahagiaan rumah tangga tidak rusak. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang dapat langgeng, dan yang abadi dalam hidup ini? Yaaa… Kita tidak menyadari tentang sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita…dan jujur yaa…“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia menjalankan saran-saranku”. Demikian Sang Filsuf menyarankan.
Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh”. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran Sang Filsuf.
Jadi kamu tidak ingin sembuh??, Kamu betul-betul ingin mati?”  tanya Sang Filsuf..
Ya, memang saya sudah bosan hidup”, pria itu kukuh menjawab.
Baiklah, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.” Perintah Sang Filsuf tersebut.  Giliran pria tersebut bingung karena setiap orang bijak yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Sang Filsuf yang tampak GILA itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai !!!
Sekarang, Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarganya di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir ini malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya pun menjadi sangat santai sekali!
Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu. “Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis !!”
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis !!!
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Boss kita kok aneh ya ?” Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis !!
Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Pi, maafkan kami semua. Selama ini, Papi selalu stres karena perilaku kami.”   Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya ?
Ia mendatangi Sang Filsuf lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya Sang Filsuf langsung mengetahui apa yang telah terjadi, “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kamu sudah sembuh?? Apa bila kamu hidup dalam ke-kini-an, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan ini !!!”,  dan  mulai sekarang mengapa kamu tidak begini seterusnya? Meleburkan egom, meleburkan keangkuhanmu, leburkan kesombonganmu. Terus menjadi lembut, selembut air, dan mengalir bersama sungai kehidupan. Dan saksikanlah kamu tidak akan pernah jenuh, tidak akan pernah bosan. Kamu akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan
Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Filsuf, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam ke-kini-an. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP !!!
Dan jika kau merasakan kesedihan, kekecewaan, kecemasan, kebosanan, ketidakberartian, dan keputusasaan dalam hidup, sejatinya bukanlah kehidupan yang layak kau lepas dan tinggalkan, namun kacamata jiwa yang hitam itulah yang layak kau ganti, dan jangan kaget jika kau menemukan paras kehidupan yang  ternyata begitu cantik, terang dan indahnya. Kacamata jiwa itu adalah persepsi kau akan kehidupan itu sendiri".....

Jumat, 01 November 2013

Petuah Filsuf Gila

Perlihatkan lebih sedikit dari yang kaumiliki, tunjukkan lebih sedikit
dari yang kausimpan, bicaralah lebih sedikit dari yang kau tahu.
Wasiat para filsuf


Seorang laki-laki berwajah kuyu menemui seorang filsuf dengan penuh keputusasaan. Di hatinya ada luka, di pikirannya ada bencana. Ia mendatangi filsuf itu dengan harapan memperoleh pencerahan—tetapi ia tidak tahu filsuf yang didatanginya seorang gila.

“Tuan Filsuf,” katanya dengan penuh harap. “Saya menemui Tuan, karena saya sedang menghadapi masalah.”

Sang filsuf gila menatap laki-laki di hadapannya, dan bertanya, “Apa masalahmu, Nak?”

“Dunia sedang menghimpit saya!” pekik laki-laki itu.

“Oh, benarkah? Bagaimana dunia bisa sekejam itu kepadamu?”

“Tuan Filsuf, saya punya istri dan empat orang anak. Sudah beberapa bulan ini saya kehilangan pekerjaan, kehabisan uang, sementara persediaan makanan kami sudah habis. Saya terjerat utang, barang-barang sudah dijual dan digadaikan, dan sekarang keluarga saya dalam keadaan kelaparan. Apa yang harus saya lakukan sekarang…?”

Sekarang si filsuf gila tersenyum. “Maafkan aku, Nak. Aku tak bisa menolongmu.”

Laki-laki itu nyaris menangis. “Oh, Tuan Filsuf, bagaimana Anda bisa setega itu?”

“Nak, kalau seseorang tidak bisa menolong dirinya sendiri, maka orang lain dan seluruh dunia ini pun tidak akan ada yang bisa menolongnya. Jangankan aku yang hanya manusia sepertimu, bahkan Tuhan pun tidak akan bisa menolongmu, selama kau tidak bisa menolong dirimu sendiri. Aku melihat ketakutan dan kepasrahan dan kepedihan dan frustrasi dalam pikiranmu. Untuk mendapatkan pertolongan dari orang lain, kau harus dapat menolong dirimu sendiri terlebih dulu.”

“Lalu bagaimana saya bisa menolong diri sendiri, sementara saya sudah kehilangan segala-galanya…???”

“Biarlah itu menjadi bahan pikiranmu.”

“Oh, Tuan Filsuf, tidak maukah Anda memberikan nasihat untuk saya?”

“Nasihat…?!” tiba-tiba si filsuf gila berteriak. “Jadi itukah yang kauinginkan dariku? Nasihat…? Jadi itukah alasanmu menemuiku sekarang? Untuk mendapatkan nasihat? Oh, malang sekali nasibmu, Nak! Kau mengaku sudah kehilangan segala-galanya, dan keluargamu kelaparan, sementara kau malah membuang-buang waktumu hanya untuk mendapatkan nasihat…?!”

Si laki-laki kebingungan. Tetapi sebelum dia sempat membuka mulut, si filsuf gila sudah menyambung ucapannya. “Kalau kau mau mendengar nasihatku, Nak, maka nasihatku cuma satu. Jangan pernah percaya pada nasihat!”

“Maaf…?”

“Oh ya, kau tidak salah dengar! Semua nasihat dalam bentuk kata-kata tidak perlu kaudengar apalagi kaupedulikan! Semua nasihat yang baik tidak diucapkan atau dinyatakan—semua nasihat baik berteriak dalam diam. Oh, anak manusia, kau sudah kecanduan nasihat, karena selama ini kau telah dimanipulasi oleh para penjual nasihat—orang-orang yang sungguh pintar menasihati orang lain, tapi tak pernah mampu menasihati dirinya sendiri!”

“Uh, jadi… jadi apa yang harus saya lakukan sekarang, Tuan Filsuf?”

“Seperti yang kubilang tadi—aku tidak tahu. Hidupmu adalah pilihanmu, dan kau bertanggung jawab penuh atas pilihan itu. Semua masalah yang menimpamu sekarang tidak terjadi karena kehendak alam—tetapi karena kehendakmu sendiri. Jangan mengeluh, Nak. Dunia tidak menghimpitmu secara tiba-tiba—dunia menghimpitmu karena kau memintanya untuk menghimpitmu!”

“Tuan Filsuf, saya… saya tidak paham.”

“Kalau begitu dengarkan aku, Nak, biar kubuat kau paham.” Setelah menghela napas sejenak, dia berujar, “Sekarang jawab dengan jujur pertanyaanku. Semua hal yang kaulakukan dalam hidupmu selama ini—apakah kaulakukan karena memang kau ingin melakukannya, ataukah karena kaupikir kau ingin melakukannya?”

“Maaf, saya… saya tidak paham.”

“Mungkin kau memang perlu lebih banyak belajar, Nak. Tetapi kau tidak punya waktu untuk itu, kan? Kau tidak punya waktu untuk belajar, karena waktumu sudah habis untuk hal-hal lain selain belajar. Lebih dari itu, kau lebih memilih hal-hal lain dibanding belajar—karena lingkungan dan masyarakatmu tidak mendukungmu untuk belajar. Bagi masyarakatmu, banyak hal lain yang tampak lebih hebat dibanding belajar—dan kau pun ikut-ikutan.”

Si laki-laki seperti mulai memahami ucapan itu, tetapi dia tetap masih bingung.

Si filsuf gila melanjutkan ucapannya, “Jadi itulah yang selama ini kaulakukan, Nak. Masyarakatmu melakukan sesuatu, dan kau mengikutinya. Masyarakatmu berdiri, duduk, nungging, dan kau pun ikut berdiri, duduk, nungging. Kau tidak mengikuti takdir agung yang diberikan Tuhan untukmu, Nak, kau justru mengikuti takdir yang diciptakan masyarakatmu. Jadi itulah kau sekarang—sosok yang datang kepadaku dengan penuh penderitaan, dan mengharapkan segumpal nasihat untuk mengobati penderitaanmu. Oh, alangkah malangnya nasibmu!”

“Tuan filsuf, apakah Tuan bermaksud menyatakan bahwa seharusnya saya tidak mengikuti masyarakat saya?”

“Oh ya, itulah yang kumaksudkan! Yang seharusnya kauikuti adalah takdirmu, dan bukan takdir orang lain! Tetapi kau tidak berbeda dengan kebanyakan orang lainnya, yang mati-matian mengejar takdir orang lain, tetapi justru meninggalkan dan melupakan takdirnya sendiri!”

“Oh, Tuan Filsuf, saya tentunya harus mengikuti kebiasaan masyarakat saya, kan?”

Harus? Harus? Harus…? Siapa yang mengharuskanmu? Demi langit beserta seluruh isinya, tidak ada yang menyuruhmu begitu, Nak.”

Si laki-laki sekarang berkata dengan marah, “Mungkin Anda tidak paham, Tuan. Saya hidup dalam lingkungan masyarakat, dan tentunya saya harus mengikuti kebiasaan masyarakat saya! Masyarakat saya menikah, dan saya pun menikah. Masyarakat saya punya anak-anak, dan saya pun punya anak-anak. Masyarakat saya melakukan sesuatu, dan saya pun melakukannya demi tidak berbeda dengan mereka!”

“Begitu.” Sang filsuf mengangguk-angguk. “Jadi, siapa sebenarnya yang memiliki hidupmu? Atau, biar kuperjelas, siapa sesungguhnya yang memiliki takdirmu? Dirimu sendiri? Atau masyarakatmu…?”

Si laki-laki terdiam.

Kemudian, dengan nada mengejek, si filsuf gila berujar, “Jadi, kau menikah karena masyarakatmu. Kau punya anak-anak karena masyarakatmu. Kau melakukan segala hal dalam hidupmu dengan tujuan agar sama dengan masyarakatmu. Nah, sekarang kau menyatakan dunia sedang menghimpitmu, dan sekarang kau justru datang kepadaku. Kenapa kau tidak datang saja pada masyarakatmu untuk meminta pertanggungjawaban mereka?”

“Tuan…”

“Hidup adalah soal pilihan, Nak. Seperti apa hidupmu, maka itulah yang sebenarnya telah kaupilih. Dan kau memilih untuk mengikuti masyarakatmu, demi tidak berbeda dengan mereka, maka terimalah takdir itu. Kau tidak perlu mengeluh, karena semua yang menimpamu sekarang adalah hasil pilihanmu. Manusia adalah pencipta takdirnya sendiri, Nak, dan masing-masing mereka akan menjalani takdir yang telah dipilihnya.”

“Tapi saya tidak menginginkan takdir seperti ini, Tuan! Saya tentunya tidak menginginkan keluarga saya kelaparan…”

“Kau masih berusaha mencari kambing hitam untuk dipersalahkan! Tidakkah kau malu…? Kau melakukan segala hal dalam hidupmu karena kehendakmu, dan kemudian kau berusaha mencari kambing hitam untuk dipersalahkan ketika menghadapi konsekuensi atas kehendakmu sendiri. Lihatlah dirimu sendiri, Nak. Kau diberi kebebasan untuk memilih dalam hidupmu—dan kau memilih untuk meniru orang lain. Sekarang, pilihanmu telah menjerumuskanmu, dan kau berupaya mencari kambing hitam. Apa atau siapa yang ingin kausalahkan sekarang…? Tuhan? Takdir? Alam semesta…?”

Laki-laki itu kini menunduk. Seperti berhadapan dengan film tentang dirinya sendiri, laki-laki itu kini menyadari betapa benarnya ucapan itu. Dia telah diberi kebebasan untuk memilih dalam hidupnya—tetapi dia menyalahgunakan pilihannya. Dan sekarang ia menyadari bahwa tidak ada satu pun kambing hitam yang dapat ia persalahkan atas kekeliruan pilihannya. Dia sendiri yang telah menciptakan takdirnya, berdasarkan pilihan-pilihannya.

“Jadi, Tuan Filsuf,” ujar laki-laki itu akhirnya. “Apa yang sebaiknya saya lakukan sekarang…?”

“Kau masih juga menginginkan nasihat,” ujar si filsuf sambil geleng-geleng kepala. “Baiklah, kuturuti keinginanmu. Sekarang dengarkan ini. Mulai hari ini, berhentilah mengikuti takdir orang lain, dan hanya ikuti takdirmu sendiri. Dan agar kau tidak lupa, biar kuulangi sekali lagi. Berhentilah mengikuti takdir orang lain, dan hanya ikutilah takdirmu sendiri. Manusia ditakdirkan lebih mulia dari malaikat—karena manusia memiliki hak dan kebebasan untuk memilih, sementara malaikat tidak. Jadi gunakan pilihanmu dengan bijak—yakni memilih untuk mengikuti takdirmu sendiri.”

….

Ketika kemudian laki-laki itu melangkah pergi, sang filsuf gila bergumam sendiri, “Ah, anak manusia. Hanya untuk sedikit nafsu, kau mempertaruhkan seluruh hidupmu…”

Selasa, 16 Juli 2013

Suwarno, Enggan Pulang Tahun Ini






Masih bersama dinginnya malam, sebuah sweater polos beladus berharap dapat menepis tajamnya angin malam, hanya diterangi sebuah petromak kecil buatan sendiri, bertuliskan kratingdeng pada botol kaca sumber cahayanya itu, ia tetap melangkah dengan semangatnya.

***

Kala itu bulan sedang terang benderang, terlihat senyum kecil manis penuh semangat menemani setiap langkahnya, sambil memainkan sebatang bambu kecil yang dipukul ke bokong hitam penggorengan, sebagai serine ia berjualan. “Bang, mie!” Teriakan salah satu pemuda yang sedang asiknya nongkrong disebuah warung kopi kecil bersama ke empat rekannya, “mie rebus dua ya bang, pedas”, tambahnya. Dengan penuh hati-hati ia membuatkan setiap porsi pesanan pelanggannya tersebut.

Malam terang bulanlah yang ia tunggu-tunggu, karena pada malam terang bulan kemungkinan akan datangnya hujan yang menghambat langkahnya untuk mencari rejeki sangat kecil, malam seperti ini harus dimanfaatkan sedemikian rupa. Keluar dari kontrakan sederhananya sekitar pukul tujuh lewat lima belas malam, dan pulang kembali pada waktu yang tidak ditentukan, “Tergantung habisnya aja mas, atau engga sekuatnya kaki saya berkeliling”. Ujarnya.

Namanya Suwarno, lahir diIndramayu empat puluh tahun yang lalu, sudah tiga tahun ia merantau ke Cilegon untuk berjualan yang kata orang Cilegon bernama mie tektek. Ia nekat meninggalkan keluarga kecilnya dikampung (pedalaman Indramayu) semata hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya tersebut.  Istrinya tidak bekerja, hanya menjadi ibu rumah tangga yang sibuk mengurus kedua anak kesayangannya.

Yang ia cemaskan hanyalah cuaca, dahulu ia pernah mengirim uang kepada istrinya hanya sedikit, ia tak yakin uang segitu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama anaknya disana. Cuaca hujan adalah jawaban atas kependeritaannya dahulu, karena pada saat cuaca hujan ia tidak bisa lagi berkeliling menjajakan dagangannya, sebab sampai saat ini ia belum memiliki cukup uang untuk membuat gerobak, ia masih memanggul dan berkeliling. Dalam doanya ia selalu meminta kepada sang penguasa semoga dicerahkan langit malamnya agar dapat mempermudah langkahnya dalam mencari rejeki, agar dapat mencukupi kebutuhan hidup istri dan anaknya dikampung. Bersyukur ia memiliki istri yang super sabar dan mengerti akan kerasnya dunia.

Tahun ini adalah tahun yang menantang menurutnya, satu sisi ia bangga atas kelulusan anak pertamanya dari sekolah dasar, sisi yang lain seperti apa yang orang lain ketahui bahwa biaya daftar sekolah menengah pertama tidak pernah turun dari tahun ke tahun. Namun ini bukan hambatan, ia meyakini satu hal bahwa siapa pun yang berusaha seoptimal mungkin, akan mendapatkan hasilnya lebih dari apa yang diharapkan. Ia tetap berjualan.

Masih bersama semangat untuk biaya sekolah anak pertamanya, terdengar kabar dari sebuah media elektronik, bahwa mulai besok akan terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak, ini menjadi sebuah pukulan untuknya.  Yang lebih mengejutkan lagi, bahan bakar minyak dinaikan sesaat menjelang bulan Ramadhan tiba, tak terbayang setinggi apa harga bahan pokok nanti.

 Harus ada yang dikorbankan pikirnya, setelah beberapa saat termenung, ia memutuskan untuk tidak berlebaran bersama keluarganya tahun ini,  mungkin ini satu keputusan yang berat baginya, sebab lebaran Idul Fitri adalah satu satunya moment berkumpul keluarga besar di Indramayu sana, tetapi demi kelangsungan sekolah anak dan membiarkan dapur tetap ngebul, ia rela berlebaran disini, di Desa Sambirata Kecamatan Cibeber Kota Cilegon.

***

            Sambil tersenyum Suwarno berucap, “Tahun ini saya tidak pulang kampung dulu mas, biaya ongkosnya untuk sekolah anak saja, lumayan hehe”. Sebuah pengorbanan yang sangat luar biasa kepada anaknya, semoga Tuhan senantiasa menyehatkan jiwa raganya dan melancarkan rejekinya bersama puluhan pedangan lainnya yang enggan pulang tahun ini, karena biaya ongkos yang melambung tinggi akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak tempo hari lalu. (Yudhistira/smt6)

Debus Bukan Milik Kaum Pria Saja







DEBUS seringkali dianggap permainan yang membahayakan. Kesenian tradisi yang mengekplorasi magis dan kekuatan fisik menjadikan debus seolah jauh dari citra perempuan yang lemah gemulai jauh dari kekerasan. 

Anggapan ini tidak sepenuhnnya benar jika kita berkenalan lebih jauh dengan Sofwa Octaviani. Perempuan kelahiran 27 Oktober 1991 ini bergabung dengan Perguruan Silat dan Debus Manggala yang beralamat di Simpang Tiga Cilegon, Banten.

Perempuan yang akrab disapa Copa ini mengakui awal ikut belajar pencak silat dan debus karena senang ketika melihat atraksi debus ketika pembukaan acara pemerintahan di Cilegon. Setelah melihat atraksi debus, Copa yang terkagum-kagum dengan kekuatan fisik para seniman debus menemui salah satu anggota Perguruan Silat dan Debus Manggala pada 2009. Di sana ia diterima oleh pimpinan perguruan Manggala, Tb Romli.

"Selain tertarik dengan atraksi debus karena menantang dan memacu adrenalin saya," ungkap Copa. Awal mencoba atraksi Copa mengaku sempat ngeri ketika harus menusuk lidah dengan jarum yang panjangnya sekira satu meter. "Jantung saya deg-degan waktu awal nyoba," papar Copa.

Sebelum melakukan atraksi, Copa menjelaskan harus ada ritual terlebih dahulu. "Ada doa keselamatan yang dibaca terlebih dahulu untuk meminta perlindungan Tuhan," ungkap Copa.

Selain menusuk lidah dengan jarum, terlentang di atas paku, mengiris lengan dengan golok, mengiris lidah, wajah hingga menusukkan besi runcing ke leher menjadi bagian dari atraksi. "Saya belum menguasai semuanya. Masih perlu latihan yang lebih gigih untuk bisa menaklukkan ragam atraksi berbahaya dalam debus."

Saat ditanya pernahkah mengalami kecelakaan saat atraksi, Copa hanya tertawa dan mengatakan, "Alhamdulillah belum pernah."

Seiring kesibukan kuliah di Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, aktivitas bermain debus pun mulai berkurang. "Tapi saya tetap menjalin silaturahmi dengan Bapak Tb Romli dan kawan-kawan di perguruan sambil sesekali mencoba lagi atraksi yang sudah dikuasai," katanya.

Anggapan mengenai citra perempuan yang tidak suka dengan kekerasan Copa hanya menanggapi, "Saya hanya ingin bisa menjaga diri dan kalau bisa jadi superwoman yang bisa menaklukkan laki-laki yang kurang ajar. He.. he... he..."

Info : Perguruan Silat manggala ( Debus )
Alamat : Simpang Tiga Cilegon CP. Bp. Tb Romli

Proposal Skripsi Kualitatif


SIKAP SISWA SMAN 3 CILEGON PADA EFEK NEGATIF TAYANGAN BERITA KRIMINAL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Pada awalnya komunikasi hanya menggunakan panca indera saja. Mulut yang berfungsi guna menyampaikan pesan, dan telinga guna menerima pesan. Mata digunakan untuk berkomunikasi baik digunakan untuk menerima maupun memberi pesan. Indera penciuman dan indera peraba pun digunakan untuk menerima pesan.
Manusia dengan pemikiran – pemikiran cerdasnya menciptakan media komunikasi dengan mencampuradukkan atau menggunakan teknologi – teknologi yang ada. Dalam komunikasi massa atau komunikasi yang menggunakan media massa, sekurang – kurangnya ada dua jenis yakni media cetak dan elektronik. Surat kabar sebagai salah satu media massa yang bersifat massal ini merupakan media massa yang paling tua dibandingkan jenis lainnya. Sejarah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johan Guternberg di Jerman. (Vivian, 2008 : 11)
Sementara radio merupakan media massa yang bersifat audio yang hanya meggunakan suara saja. Sifat komunikasinya juga cenderung mekanis dan alurnya hanya memiliki satu tahap saja. Sama halnya dengan radio televisi juga masuk kedalam media elektronik namun memiliki perbedaan yakni penyajiannya yang audio – visual dan penyampaian – penyampaian pesannya cenderung lebih aktual.Media massa televisi merupakan suatu sarana yang sangat efektif dalam mempengaruhi pola pikir manusia. Manusia memperoleh tambahan pengetahuan, informasi terkini dari belahan bumi lainnnya dengan cepat, serta insipirasi salah satunya adalah akibat dari peranan televisi. Televisi sebagai suatu media massa mempunyai peranan yang penting dalam memudahkan masyarakat untuk mendapat informasi yang dibutuhkan.
Media massa adalah alat yang biasanya digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio dan televisi (Cangara, 2003:134). Hingga detik ini media massa masih menjadi penentu atau pencetus sebuah opini publik yang ada di masyarakat. Media mampu menjangkau masyarakat luas (khalayak) untuk menikmati sajian pesan / berita atau program yang di tampilkan.
Berita sebagai salah satu porduk media massa memiliki berbagai fariasi efek baik positif maupun negatif. Televisi terbilang media massa yang memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan sikap khalayak (komunikan). Sebagai contoh jelas pada realita saat ini adalah efek dari pemberitaan televisi mengenai mutilasi, akhirnya yang berujung semakin meningkatnya pembunuhan dengan cara memutilasi.
Bukan hanya itu dari sisi yang lainpun ada efek yang negatif yakni, meningkatnya kasus pelecehan seksual dan pencabulan pada remaja. Hal ini sebagai efek dari pemberitaan yang di tayangkan melalui televisi. Tidak bisa dipungkiri hal ini menjadi kekhawatiran para orang tua terhadap pengaruh media massa khususnya televisi pada anak – anaknya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Sikap Siswa SMAN 3 Cilegon Pada Efek Negatif Tayangan Berita Kriminal di Televisi”.
1.2.            Identifikasi Masalah
1.      Siswa/i dalam mengakses informasi tanpa filter.
2.      Penggunaan media massa yang kurang bijak siswa/i SMAN 3 Cilegon.
3.      Tidak sesuainya jam tayang pemberitaan kriminal pada televisi.
1.3.            Pembatasan masalah
Batasan masalah dibuat agar pembahasan masalah dalam penelitian ini tidak meluas, dan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan. Dalam hal ini pembatasan masalah yang menjadi fokus adalah Sikap Siswa SMAN 3 Cilegon Pada Efek Negatif Tayangan Berita Kriminal di Televisi”.
1.4.            Rumusan Masalah
1.      Apa sikap siswa SMAN 3 Cilegon pada efek negatif tayangan berita kriminal di televisi aspek kognitif ?
2.      Apa sikap siswa SMAN 3 Cilegon pada efek negatif tayangan berita kriminal di televisi aspek afektif ?
3.      Apa sikap siswa SMAN 3 Cilegon pada efek negatif tayangan berita kriminal di televisi aspek konatif ?
1.5.            Maksud dan Tujuan Penelitian
1.5.1.      Maksud Penelitian
Adapun maksud penelitian ini adalah menganalisis strategi siswa/I SMAN 3 Cilegon pada tayangan berita kriminal di televisi dari aspek kognitif, afektif dan konatif. Peneliti ingin mengetahui strategi siswa dalam menghadapi efek media massa khususnya tayangan berita kriminal di televisi.
1.5.2.      Tujuan Penelitian
1.      Apa sikap siswa SMAN 3 Cilegon pada efek negatif tayangan berita kriminal di televisi aspek kognitif.
2.      Apa sikap siswa SMAN 3 Cilegon pada efek negatif tayangan berita kriminal di televisi aspek afektif.
3.      Apa sikap siswa SMAN 3 Cilegon pada efek negatif tayangan berita kriminal di televisi aspek konatif.
1.6.            Kegunaan Penelitian
1.6.1.      Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan mahasiswa tentang sikap pelajar terhadap perkembangan teknologi komunikasi
1.6.2.      Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluasdan memperkaya referensi bahan penelitian.
1.7.            Sistematika Penulisan
Adapun sistematika ini untuk memudahkan dalam penyusunan laporan ini sebagi berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini, dalam bab pendahuluan berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisikan pemaparan bab teori yang berkaitan dengan masalah yang dibahas untuk mendukung penelitian. Didalamnya juga terdapat kerangka pemikiran.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memaparkan mengenai langkah – langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan penelitian yang dilakukan. Yang didalamnya meliputi metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, defenisi operasional variabel, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.      Penelitan Terdahulu
1.      Reception Analysis Pemirsa Terhadap Peran Media dalam Pendidikan Politik Bagi Perempuan pada Pemilu 2009 (Studi Reception Analysis Aktivis Perempuan Sidoarjo Kecamatan Kota Terhadap Program Acara Headline News METRO TV) Oleh: Mitha, Arytas (2009)
Penelitian ini terfokus pada apa dan bagaimana peranan media massa dalam pendidikan politik bagi perempuan di Sidoarjo. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bagaimana peran Program Berita Headline News METRO TV dalam pendidikan politik bagi perempuan. Peneliti dengan ini menyimpulkan bahwa peran Program Berita Headline News METRO TV adalah sebagai berikut :
1.       Program Berita Headline News METRO TV memberikan informasi, pengetahuan, serta wawasan tentang perkembangan politik yang ada.
2.       Program Berita Headline News METRO TV merupakan media sosialisasi politik dan partisipasi politik perempuan, mengingat pemilih perempuan sangat bervariasi.
3.       Para audiens (aktivis perempuan) menganggap bahwa pendidikan politik itu sangat penting bagi perempuan, mengingat dari beberapa kasus kehidupan, perempuan masih terdapat kurang kesetaraan dan keadilan gender.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam mengurai dan menjelaskan fenomena dan fakta di lapangan. Lokasi penelitian ini adalah aktivis perempuan di Sidoarjo.
Key Words: Media, Politik, dan Perempuan
( Sumber: Aryas Mitha Iswahyuni, Reception Analysis Pemirsa Terhadap Peran Media dalam Pendidikan Politik Bagi Perempuan pada Pemilu 2009, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2009)
2.      Penerimaan Khalayak Ibu Rumah Tangga terhadap Serial Desperate Housewives di Televisi). Oleh Anggraini, Ane Kusuma. (2006)
Drama komedi merupakan jenis komedi situasi yang paling jarang, jumlahnya kurang lebih hanya 1 persen dari seluruh judul komedi situasi yang pernah ditayangkan. Hal tersebut dikarenakan tingkat kesulitan dalam memproduksinya. Meskipun drama komedi kalah dalam kuantitas, namun dari segi kualitas sudah tidak diragukan lagi. Berbagai judul drama komedi seringkali menjadi sangat populer dengan menempati peringkat atas dan rating yang tinggi dalam riset AC Nielsen di Amerika.
Penerimaan khalayak ibu rumah tangga dalam memahami dan memaknai drama komedi Desperate Housewives di televisi, ternyata bervariasi. Penerimaan tersebut meliputi:
1.       Partisipan mempersepsi drama komedi Desperate Housewives sebagai tayangan yang menarik dan belum pernah ditayangkan sebelumnya. Beberapa partisipan mengungkapkan unsur-unsur drama komedi seperti, tema, karakter, serta setting dalam mendefinisikan tayangan ini.
2.       Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa drama komedi ini lebih banyak membahas konflik yang dialami tokoh utama. Secara detil beberapa partisipan menyebutkan konflik percintaan yang dialami beberapa karakter melanggar batasan norma.
3.       Partisipan mengemukakan pendapatnya masing-masing mengenai karakter ibu rumah tangga dan beberapa memiliki karakter yang paling disuka. Karakter yang ideal dalam hal ini tidaklah selalu menjadi favorit partisipan.
4.       Sosok ibu rumah tangga yang baik menurut beberapa partisipan adalah ibu rumah tangga yang mampu mengurus rumah dan keluarga. Nilai lebih akan didapat jika ibu rumah tangga tersebut bekerja atau memiliki kesibukan. Beberapa partisipan merasa bahwa selama ini perlakuan di masyarakat baik-baik saja, terkait perannya sebagai ibu rumah tangga.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam mengurai dan menjelaskan fenomena dan fakta di lapangan. Lokasi penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga Surabaya.
Key Words: Televisi, Ibu Rumah Tangga
( Sumber: Ane Kusuma Anggraini, Penerimaan Khalayak Ibu Rumah Tangga terhadap Serial Desperate Housewives di Televisi, Skripsi, FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, 2006)



2.2.            Mapping
Tabel Perbandingan
Penelitian terdahulu dengan Penelitian sekarang
No
Nama
Judul
Thn.
Metode
Hasil
1.
Aryas Mitha Iswahyuni
Oleh -
Reception Analysis Pemirsa Terhadap Peran Media dalam Pendidikan Politik Bagi Perempuan pada Pemilu 2009
2009
Deskriptif-Kualitatif
Mengetahui peranan media dalam pendidikan politik perempuan
2.
Ane Kusuma Anggraini
Penerimaan Khalayak Ibu Rumah Tangga terhadap Serial Desperate Housewives di Televisi,
2006
Deskriptif-Kualitatif
Mengetahui penerimaan ibu-ibu rumah tangga terhadap tayangan produksi Amerika bertema kehidupan rumah tangga

Dari dua judul penelitian tersebut, peneliti membuat penelitian dengan fokus atau tema yang serupa yakni mengenai penerimaan perempuan terhadap tayangan acara televisi, dan dengan metode dan pendekatan yang sama yakni menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode reception analysis (analisa penerimaan pemirsa televisi pada program acara di televisi).



2.3.      Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 1.2 Bagan Kerangka Pemikiran
Sikap Siswa/I SMAN 3 Cilegon Pada Tayangan Berita Kriminal Di Televisi

TEORI
S-O-R
Effendy (1993 : 256)
Pembentukan Sikap





Azwar (1995 : 23)
 














Oval: Sikap

















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.            Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana penelitian ini menggunakan data deskripstif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor, 1975:5). Penelitian kualitatif daris sisi definisi lainnya dikemukankan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
3.2.            Fokus Penelitian
Dalam penelitian peneliti mengfokuskan penelitiannya pada sikap – sikap yang terbentuk karena siaran televisi yang pemberitaan mengenai kriminalitas yang dilihat dari aspek kognitif, afektif dan konatif.
3.3.            Informan atau Narasumber
Dalam penelitian kali ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa di SMAN 3 Cilegon. Namun, tidak semua populasi akan dijadikan sampel untuk menggali data. Ada beberapa alasan mengapa hal tersebut dilakukan, diantaranya:
1.      Metode pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampel (sampel bersyarat) yang mana informan tersebut kita tentukan yang disesuaikan dengan tema penlitian.
2.      Tentunya penelitian ini mengkhususkan pada beberapa karakteristik informan/narasumbernya yakni individu yang tercatat sebagai audience atau penonton tayangan berita kriminal di televisi.
3.      Jumlah dari informan juga dibatasi sebanya 10 orang. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh beberapa tokoh penelitian komunikasi bahwa informan dalam sebuah penelitian berjenis kualitatif adalah 10 sampai 15 orang saja.
Informan dalam penelitian ini adalah orang – orang yang berhubungan langsung dengan fokus penelitian, artinnya hanya kalangan SMAN 3 Cilegon. Adapun narasumber yang berasal dari adalah budayawan, praktisi (Civitas media massa) dan akademisi (dosen) yang aktif di bidang komunikasi.
3.4.            Teknik Pengumpulan Data
3.4.1.      Observasi
Observasi ialah teknik atau cara-cara yang menganalisis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu yang mempunyai arti, semua bentuk penerimaan data yang dilakukan dengan cara merekam kejadian, dan mencatatnya. Peneliti memperhatikan perilaku setiap individu yang ada di lokasi penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.4.2.      Wawancara
Yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden (Singarimbun, 1989:192). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian kali ini merupakan wawancara ringan dimana wawancara ini berisi hal dasar mengenai pola penggunaan teknologi komunikasi dalam mencari dan menyebar informasi.
3.4.3.      Kepustakaan
Penulis mencari data dengan mengadakan penelaahan terhadap buku-buku, literatur, karya tulis yang bersifat ilmiah (Makalah, Jurnal, Skripsi, Tesis Dan Desertasi) dan agenda – agenda atau data  data yang memiliki hubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti.



DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Azwar, Saifuddin. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurangnya, Jakarta :
Pustaka Pelajar.
Cangara, Hafied. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Effendy. Onong Uchjana. Ilmu. Teori, dan Filsafat Komunikasi, Bandung : PT.
Citra Aditia Bakti.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 2006, Metode Penelitian Survei, PT.
Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Suber Lain :
Aryas Mitha Iswahyuni, 2009 ”Reception Analysis Pemirsa Terhadap Peran
Media dalam Pendidikan Politik Bagi Perempuan pada Pemilu 2009”,
Skripsi,Universitas Muhammadiyah Sidoarjo)
Kusuma Ane, Penerimaan Khalayak Ibu Rumah Tangga terhadap Serial
Desperate Housewives di Televisi, Skripsi, FISIP Universitas Airlangga,
Surabaya, 2006)



oleh Rizky Nugraha (Kibik)