“ Literasi Media “
Prodi
Ilmu Komunikasi – FISIP UNSERA
Januari
2013
Disusun oleh :
Yudhistira Hermawan Prasetya
NIM : 51110054
Komunikasi/Smt 5
A. DEFINISI
LITERASI MEDIA
Akhir-akhir
ini kita sering mendengar adanya berita seorang anak di bawah umur yang diculik
dan diperkosa oleh orang yang baru dikenalnya melalui situs jejaring sosial.
Kita juga sering mendengar adanya berita seorang anak kecil yang tewas ketika
meniru adegan berbahaya yang dilihatnya di televisi. Hal ini tentu menimbulkan
kekhawatiran di masyarakat.Dapat timbul angapan di masyarakat bahwa media kini
telah menjadi sesuatu yang berbahaya.
Untuk
mencegah timbulnya kasus dan anggapan seperti di atas maka sangat diperlukan
adanya literasi media atau yang biasa dikenal dengan sebutan awam ”melek
media”. Hal yang sebenarnya penting namun seringkali terlewatkan saat kita
tengah mengkaji suatu media.Banyaknya kasus-kasus seperti di atas merupakan
tanda bahwa tingkat literasi media di masyarakat Indonesia masih sangat rendah.
Lalu apa
sebenarnya literasi media itu? Istilah literasi media mungkin belum begitu
akrab di telinga kita. Masyarakat mungkin masih terheran dan kurang paham jika
ditanya apa sebenarnya literasi media tersebut. Para ahli pun memiliki konsep
yang beragam tentang pengertian literasi media, McCannon mengartikan literasi
media sebagai kemampuan secara efektif dan secara efesien memahami dan
menggunakan komunikasi massa (Strasburger & Wilson, 2002). Ahli lain James
W Potter (2005) mendefinisikan literasi media sebagai satu perangkat perspektif
dimana kita secara aktif memberdayakan diri kita sendiri dalam menafsirkan
pesan-pesan yang kita terima dan bagaimana cara mengantisipasinya.
Salah satu definisi yang popular menyatakan
bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media.Dari definisi itu dipahami
bahwa fokus utamanya berkaitan dengan isi pesan media.
Elemen utama di dalam literasi media adalah sebagai
berikut:
1. Sebuah kesadaran akan dampak media
terhadap individu dan masyarakat
2. Sebuah pemahaman akan proses komunikasi
massa
3. Pengembangan strategi-strategi yang
digunakan untuk menganalisis dan membahas pesan-pesan media
4. Sebuah kesadaran akan isi media sebagai
‘teks’ yang memberikan wawasan dan pengetahuan ke dalam budaya kontemporer
manusia dan diri manusia sendiri
5. Peningkatan kesenangan, pemahaman dan
apresiasi terhadap isi media
Berdasarkan
definisi dan elemen utama literasi media tersebut kita dapatmengklasifikasikan
beragam tipe literasi media. Pertama, berdasarkan media yang dituju, literasi
media terdiri dari: literasi, literasi media (dalam arti sempit), dan literasi
media baru. Kedua, berdasarkan tingkat kecakapan yang berusaha dimunculkan
literasi media dapat dibedakan ke dalam tingkat awal, menengah, dan
lanjut.Tingkat awal di dalam literasi media biasanya berupa pengenalan media,
terutama efek positif dan negatif yang potensial diberikan oleh media.Literasi
media tingkat menengah bertujuan menumbuhkan kecakapan dalam memahami pesan.
Sementara tingkat lanjut dalam literasi media melahirkan output kecakapan
memahami media yang lengkap sampai produksi pesan, struktur pengetahuan
terhadap media yang relatif lengkap, dan pemahaman kritis pada level aksi,
misalnya memberi masukan dan kritik pada organisasi dan menggalang aksi untuk
mengritik media. Selain itu, literasi media berdasarkan lokasi kegiatan
dilakukannya paling tidak muncul di tiga tempat, yaitu: di rumah atau tempat
tinggal, sekolah, dan di kelompok–kelompokmasyarakat.
Bagaimana caranya melakukan Literasi
Media
Bisa dikatakan
memahami dan memunculkan kecakapan individu dalam menggunakan media adalah
tujuan yang utama dalam kegiatan literasi media.Tujuan ini lebih penting bila
dibandingkan dengan tujuan mengenalkan media atau pun menumbuhkan pemahaman
kritis pada media. Terdapat tujuh kecakapan atau kemampuan yang diupayakan
muncul dari kegiatan literasi media (Potter, 2004: 124),yaitu:
1. Analyze/Menganalisa
Kompetensi berikutnya adalah
kemampuan menganalisa struktur pesan, yang dikemas dalam media, mendayagunakan
konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk memahami konteks dalam pesan pada
media tertentu. Misalnya, mampu mendayagunakan informasi di media massa untuk
membandingkan pernyataan-pernyataan pejabat publik, dengan dasar teori sesuai
ranah keilmuannya. Kompetensi lainnya bisa diperiksa dengan kata kerja seperti,
membedakan, mengenali kesalahan, menginterpretasi, dsb.
2.
Evaluate/Menilai
Setelah mampu
menganalisa, maka kompetensi berikutnya yang diperlukan adalah membuat
penilaian(evaluasi). Seseorang yang mampu menilai, artinya ia mampu
menghubungkan informasi yang ada di media massa itu dengan kondisi dirinya, dan
membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu dengan
dirinya; apakah informasi itu sangat penting, biasa, atau basi. Tentu saja
kemampuan dalam menilai sebuah informasi itu dikemas dengan baik atau tidak,
juga adalah bagian dari kompetensinya. Di sini, terjadi membandingkan norma dan
nilai sosial terhadap isi yang dihadapi dari media.
3.
Grouping
(Pengelompokkan)
Menentukan setiap
unsur yang sama dalam beberapa caramenentukan setiap unsur yang berbeda dalam
beberapa cara.
4.
Induction
(Induksi)
Menyimpulkan suatu
pola di set kecil elemen, maka pola generalisasi untuk semua elemen dalam
himpunan tersebut.
5.
Deduction
(Deduksi)
Menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan khusus.
6.
Synthesis
(Sintesis)
Merakit unsur-unsur ke dalam
struktur baru.
7.
Abstracting
(Abstrak)
Menciptakan singkat, jelas, dan
gambaran tepat menangkap esensi dari pesan dalam sejumlah kecil kata-kata dari
pada pesan itu sendiri.
Kecakapan di atas
sebaiknya juga diperkuat dengan aspek-aspek yang mesti dipahami dalam kegiatan
literasi media (Silverblatt, 1995: 13), yaitu:
- Proses
- Konteks
- Framework
- Produksi nilai
Proses di
dalam aktivitas penguatan literasi media sangat dipengaruhi oleh tujuan
kegiatan tersebut. Bila tujuan dari kegiatan literasi media adalah mengenalkan
efek media, prosesnya tentu saja mendahulukan mengakses isi pesan yang
diasumsikan berefek tak baik.Sementara itu, bila tujuan untuk mengenalkan aspek
produksi, tentu saja prosesnya melibatkan produksi dan semua aspeknya.Konteks
juga sangat berpengaruh pada kegiatan literasi media.Maraknya pembicaraan
tentang pornografi membuat kegiatan literasi media sebaiknya juga merujuk pada
kasus-kasus pornografi di media.Aspek framework terutama berkaitan dengan aspek
produksi.Kerangka pandang konten media mempengaruhi kegiatan literasi media,
terutama yang berkaitan dengan motif komersial.Terakhir, kegiatan literasi
media seharusnya menjadikan individu khalayak media memiliki nilai tersendiri,
mana konten media yang dipandang baik dan dipandang buruk.
Literasi Media di Indonesia
Di
Indonesia, kegiatan literasi media lebih didorong oleh kekhawatiran bahwa
media dapat menimbulkan pengaruh negatif. Mereka yang prihatin
dengan pola interaksi anak dengan media dan prihatin dengan isi media yang
tidak aman dan tidak sehat biasanya berasal dari kalangan orangtua, guru, tokoh
agama, LSM yang peduli dengan perlindungan anak, perguruan tinggi, kelompok
mahasiswa, dan sebagainya. Mereka berusaha keras menemukan cara-cara yang bisa
diterapkan dalam mengurangi jam anak menonton TV, memilih tayangan, melakukan
pendampingan yang benar, dan melakukan sosialisasi melalui berbagai forum.
Periode 1990 –
2000: Periode Mencari Bentuk
Untuk
menyederhanakan, perkembangan literasi media di Indonesia dapat dibagi dalam
dua periode, yakni periode 1990-2000 dan periode 2000-2010.
Tahun 1991, Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menyelenggarakan sebuah workshop tingkat
Asia-Pasific, tentang anak dan televisi di Cipanas.Dalam salah satu pasal
deklarasinya, dinyatakan bahwa “Untuk maksud baik ataupun buruk, televisi ada
di sekeliling jutaan anak.Mereka menonton apa saja yang ada di televisi, dan
televisi akan terus menerus menimbulkan pengaruh dalam kehidupan anak di Asia
baik fisik, mental, emosi, dan perkembangan spiritualnya.”
Deklarasi itu
juga mengakui peran penting yang seharusnya dimainkan oleh televisi dalam
membantu tumbuh kembang anak yang baik, dan perlunya dikembangkan media
literacy di kalangan anak-anak.
Berbagai forum
seminar lainnya, lebih menekankan pada dampak televisi pada anak dan bagaimana
orangtua harus bersikap.Seminar-seminar ini banyak diselenggarakan oleh
berbagai institusi, sekolah, perguruan tinggi, dan lain-lain.Forum seminar
tersebut biasanya diselenggarakan selama satu sesi atau setengah hari dengan
tema-tema populer yang dibutuhkan oleh orangtua dan guru.Pembahasan dalam forum
tersebut dapat dikatakan merupakan sepenggal dari kegiatan literasi media yang
utuh.
Periode 2000 –
2010: Periode Pematangan
Pada periode ini,
masih banyak bentuk kegiatan literasi media seperti dalam periode
sebelumnya.Namun ada variasi berupa kegiatan kampanye literasi media yang
dilakukan oleh LSM maupun organisasi mahasiswa.Kegiatan tersebut dilakukan
melalui seminar pendek dan road show dengan melibatkan anak-anak.Sayangnya,
gerakan tersebut dilakukan secara insidental dan kurang memikirkan bagaimana
agar materi yang dikampanyekan bisa berjalan terus.
Selain itu, pada
tahun 2002 untuk pertama kalinya dilakukan penerapan literasi media melalui
jalur sekolah yang menjadi mata pelajaran tersendiri.Ujicoba ini dilaksanakan di
SDN Percontohan Johar Baru 01 Pagi Jakarta Pusat oleh YKAI.
Selanjutnya,
Yayasan Pengembangan Media Anak sejak 2006 hingga 2010 secara serius melakukan
ujicoba dan pengembangan literasi media dengan dukungan UNICEF. Dalam ujicoba
tahun 2008, dilakukan evaluasi program melalui pre and post-test yang dilakukan
oleh Tim Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Diponegoro.
Pentingnya Literasi Media
Literasi
media sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi cerdas. Masyarakat harus
memiliki kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan
mengomunikasikan pesan, sehingga dapat memilih mana media yang baik dan mana
yang buruk
Demokrasi
saat ini akan sulit ditegakkan, jika masyarakatnya tidak melek media. Media
massa, sebagai salah satu pilar demokrasi, dapat berperan optimal jika
masyarakatnya melek media. Bagaimana melek media bermanfaat bagi orang awam?
Dalam era teknologi informasi yang berkembang demikian cepatnya, dimana kita
sekarang sedang dikepung dan dibanjiri oleh informasi, tidak ada cara lain
selain “masuk” terlibat di dalamnya, dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak
ada jalan keluar, jalan lain untuk lari dari “kejaran” informasi. Kita
membutuhkan informasi untuk mampu bertahan di era ini, demikian juga kita harus
mampu memproduksi informasi dengan benar.
Gerakan
melek media ini berdasarkan pemahaman yang diambil dari berbagai sumber yang
berbeda :
·
Khalayak
adalah aktif, tetapi mereka belum tentu sadar akan apa yang mereka lakukan
dengan media
·
Kebutuhan,
kesempatan, dan pilihan khalayak didorong secara tidak alamiah oleh akses
terhadap media dan konten media
·
Konten
media dapat secara implisit dan eksplisit memberikan tuntunan terhadaptindakan
·
Orang-orang
harus secara realistis mengukur bagaimana interaksi mereka dengan teks media
dapat menentukan tujuan bahwa interaksi tersebut mendukung mereka di dalam
lingkungan mereka
·
Orang-orang
memiliki tingkatan berbeda dalam pengolahan konitif, dan hal ini dapat secara
radikal memengaruhi bagaimana mereka menggunakan media dan apa yang bisa mereka
dapatkan dari media
B.
SEJARAH LITERASI MEDIA
Sejarah
literasi media dimulai pada tahun 1964 saat UNESCO mengembangkan prototipe
model program pendidikan media yang hendak diterapkan di seluruh dunia. Pada
waktu itu, baru 2 negara yang menaruh perhatian pada literasi media yakni
Inggris dan Australia. Kalangan pendidik di 2 negara itu menyarankan
pelaksanaan pendidikan untuk mencapai literasi media, ”agar anak-anak dan
remaja secara kritis melihat dan membedakan apa yang baik dan apa yang buruk
dalam media”.
Tahun
1970-an dan 1980-an, di negara-negara Amerika Latin, literasi media pada
awalnya hanya mendapat perhatian dari kalangan LSM dan tokoh-tokoh masyarakat.
Literasi media pada waktu itu lebih dipandang sebagai persoalan politik dan
bukan persoalan pendidikan.
Di AS,
perhatian besar terhadap literasi media baru diberikan sejak tahun 1990,
setelah diselenggarakan “National
Conference Leadership on Media Education”. Setelah itu, ada 15 negara
bagian yang memasukkan literasi media ke dalam kurikulum sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Davis,
D. K., dan S. J. Baran. (1981). Mass
Communiction and Everyday Life: A Perspective on Theory and Effects. Belmont,
CA: Wadsworth.
Ardianto,
Elvinaro. 2003. “Public Relations: Konsepsi dan Profesi.” Jurnal Komunikasi dan Informasi. Bandung: Fikom Unpad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar