Masih teringat jelas dalam benak, wajahnya yang selalu
berseri seakan tak pernah punya masalah, dengan perpaduan jambang yang menyatu
ke jenggot, badannya yang tegap bugar dengan tinggi sekitar 145cm, jalannya
yang gagah penuh percaya diri dengan sedikit mengangkang, pecinya yang khas
selalu menempel diatas kepalanya, dan juga santunnya terhadap semua orang yang
diketemui.
***
“Om Bewok nanti sore ngaji ya?” teriakan seorang anak kecil berusia 9 tahun sesaat
setelah dia melintas dengan buru-buru didepan kerumunan anak kecil yang sedang
asiknya bermain. Sambil tersenyum lebar dia menjawab “Oke siap nak!”, tak perlu ditanyakan lagi mau kemana dia hingga
jalannya cepat seperti itu, sudah pasti dia mau ke Mushola Ar Rahmah untuk
melaksanakan solat ashar berjamaah. Begitu lah keseharian Taryo atau yang biasa
di panggil Om Bewok karena giat memelihara jenggotnya hingga lebat dan sehat,
selain menjadi guru ngaji, dia juga menjadi seorang tamir di Mushola Ar-Rahmah
dan juga siap membantu apa saja jika dibutuhkan oleh siapa pun.
Seperti sebuah maskot
dilingkungan perumahan Pondok Cilegon Indah khususnya blok D, Om Bewok selalu
tampil aktif dalam acara apapun, hingga pada acara hajatan sekalipun ia hadir
untuk membantu jalannya acara tersebut. Terakhir sekitar 2 bulan yang lalu ada
sebuah acara nikahan yang diselenggarakan oleh
salah satu warga yang beralamat di blok D86, dia tampil prima sebagai
tukang pengambil piring dengan batik lesu kebanggannya yang entah sudah berapa
tahun ia memilikinya. Selain itu baru saja lingkungan RW04 blok D menkonblok
seluruh jalannya guna memperindah lingkungan dan mempermudah pengguna jalan,
sudah pasti Om Bewok pun tampil kembali pada acara gotong royong tersebut.
Bermain volly adalah satu-satunya olah raga pavorit baginya, waktunya
bermain volly adalah sore hari ketika sedang libur mengajar ngaji, biasanya
ketika weekend. Dilapangan RT 06 dia bermain dengan semangatnya, terlihat oleh
siapapun yang menyaksikan permainannya pasti berpendapat bahwa ia sudah sangat
mahir dan jago dalam bermain volly. Tak sedikit turnamen antar komplek yang dia
ikuti dan mendapatkan juara, keahliannya dalam bermain volly juga ia bagikan
kepada seluruh warga dengan cara latihan bersama dan tak jarang pula ia diminta
untuk menjadi seorang pelatih oleh sebuah tim volly ketika ada turnamen antar
daerah.
Kegigihannya dalam membantu warga khususnya blok D ini patut di acungi
jempol, pernah juga ia menjadi seorang tukang bangunan ketika salah satu warga
sedang merenovasi rumahnya, bahkan sampai pekerjaan yang ringan sekali pun seperti
membetulkan genteng dan memotong rumput halaman ia siap sedia. Warga pun sangat
terbantu oleh hadirnya Om Bewok di lingkungan tersebut, tak jarang warga memberikan
bantuan berupa dana atau makan siang sekali pun.
Sangat terbantu oleh hadirnya Om Bewok pun dibenarkan oleh Abel, seorang
pemuda lokal yang menjadi langganan pijat urutnya sejak dulu. “Waktu itu saya pernah salah urat dan di
urut sama Om Bewok, alhamdulillah sembuh. Mulai dari situ saya sering di urut
olehnya walaupun hanya pegal-pegal biasa”, tegas Abel. Entah siapa pelanggan pertama pijat urut Om Bewok, namun yang
jelas Abel bukanlah satu-satunya pelanggan tetap beliau saat ini.
Dari segudang aktifitas hidupnya yang membuatnya berada pada keramaian
teman, tetapi dalam istana pribadi ia masih merasa sepi. Kontrakan yang disewanya
sebagai tempat rehatnya tersebut luasnya tak lebih dari 4 x 4 meter, berada di
ujung selatan perumahan Pondok Cilegon Indah tepatnya di Desa Larangan, tidak
ada yang istimewa dalam kontrakannya tersebut, hanya sebuah kasur, lemari tua
dan 2 buah foto perempuan yang diperkirakan usianya tidak jauh berbeda dengan
Om Bewok, dan satu lagi sebuah foto anak perempuan dengan baju seragam SMP-nya.
Jika ada yang menebak bahwa foto tersebut adalah foto istri dan anak
tunggalnya, jawabannya benar! Foto tersebut adalah foto anak dan istrinya yang
berada jauh di pedalaman solo, sejak
pertama kali ia datang ke Cilegon ia tidak bersama istri dan anaknya, orang
pertamanya yang ia temui di Cilegon adalah Pak Toto, dan Pak Toto berhasil
membujuknya untuk menjadi seorang tamir di Mushola Ar-Rahmah P.C.I blok D yang
waktu itu baru selesai di renovasi menjadi lebih besar.
Tak menentu adalah jawaban yang terlontar ketika menanyakan kapan ia
pulang ke kampung halamannya tempat istri dan anaknya tinggal. “Kadang 6 bulan sekali, dulu pernah sampai 2
tahun tidak pulang, tapi yang paling sering saya pulang setahun sekali ketika
Idul Fitri”, Ujar Om Bewok. Bukan berarti ia pulang setahun sekali dan
menafkahi istri dan anaknya dengan setahun sekali pula, bukti cinta dan
sayangnya pada keluarga Om Bewok rutin
mengirim uang sebulan sekali guna memenuhi kebutuhan keluarganya disana.
***
Seperti tulisan yang berada di belakang truk ekspedisi, ‘Pulang Malu Ga Pulang Rindu’, mungkin Om
Bewok sepakat dengan kata-kata tersebut. Rela meninggalkan keluarga kecil
bahagianya di pedalaman Kota Solo semata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup
istri dan anaknya disana, adapun pekerjaannya yang tak menentu ia tak
peduli, semangat percaya dirinya
mengalahkan keraguannya. Yang lebih super lagi, jiwa sosial yang terkandung
dalam pikirannya seakan telah tumbuh besar dan berkembang, dalam kesulitan
ekonomi yang dihadapinya ia masih rela membantu siapapun yang membutuhkan
tenaganya dengan tulus ikhlas tanpa pamrih.
Saat ini Om Bewok masih menjadi seorang guru ngaji privat, seorang tamir
di Mushola Ar-Rohmah dan bekerja di salah satu saung aneka sate yang masih
berada diwilayah perumahan Pondok Cilegon Indah., adapun pekerjaan lainnya seperti
tukang pijat itu hanya sampingan yang tak menentu kapan waktu sibuknya. *** (Yudhistira/Jurnalistik/smt6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar