Senin, 04 Februari 2013

Literasi Media


 “ Literasi Media “
Prodi Ilmu Komunikasi – FISIP UNSERA
Januari 2013


























Disusun oleh :
Yudhistira Hermawan Prasetya
NIM : 51110054
Komunikasi/Smt 5


A.   DEFINISI LITERASI MEDIA
Akhir-akhir ini kita sering mendengar adanya berita seorang anak di bawah umur yang diculik dan diperkosa oleh orang yang baru dikenalnya melalui situs jejaring sosial. Kita juga sering mendengar adanya berita seorang anak kecil yang tewas ketika meniru adegan berbahaya yang dilihatnya di televisi. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.Dapat timbul angapan di masyarakat bahwa media kini telah menjadi sesuatu yang berbahaya.
Untuk mencegah timbulnya kasus dan anggapan seperti di atas maka sangat diperlukan adanya literasi media atau yang biasa dikenal dengan sebutan awam ”melek media”. Hal yang sebenarnya penting namun seringkali terlewatkan saat kita tengah mengkaji suatu media.Banyaknya kasus-kasus seperti di atas merupakan tanda bahwa tingkat literasi media di masyarakat Indonesia masih sangat rendah.
Lalu apa sebenarnya literasi media itu? Istilah literasi media mungkin belum begitu akrab di telinga kita. Masyarakat mungkin masih terheran dan kurang paham jika ditanya apa sebenarnya literasi media tersebut. Para ahli pun memiliki konsep yang beragam tentang pengertian literasi media, McCannon mengartikan literasi media sebagai kemampuan secara efektif dan secara efesien memahami dan menggunakan komunikasi massa (Strasburger & Wilson, 2002). Ahli lain James W Potter (2005) mendefinisikan literasi media sebagai satu perangkat perspektif dimana kita secara aktif memberdayakan diri kita sendiri dalam menafsirkan pesan-pesan yang kita terima dan bagaimana cara mengantisipasinya.
Salah satu definisi yang popular menyatakan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan isi pesan media.Dari definisi itu dipahami bahwa fokus utamanya berkaitan dengan isi pesan media.  
Elemen utama di dalam literasi media adalah sebagai berikut:
1. Sebuah kesadaran akan dampak media terhadap individu dan masyarakat
2. Sebuah pemahaman akan proses komunikasi massa
3. Pengembangan strategi-strategi yang digunakan untuk menganalisis dan membahas pesan-pesan media
4. Sebuah kesadaran akan isi media sebagai ‘teks’ yang memberikan wawasan dan pengetahuan ke dalam budaya kontemporer manusia dan diri manusia sendiri
5. Peningkatan kesenangan, pemahaman dan apresiasi terhadap isi media
Berdasarkan definisi dan elemen utama literasi media tersebut kita dapatmengklasifikasikan beragam tipe literasi media. Pertama, berdasarkan media yang dituju, literasi media terdiri dari: literasi, literasi media (dalam arti sempit), dan literasi media baru. Kedua, berdasarkan tingkat kecakapan yang berusaha dimunculkan literasi media dapat dibedakan ke dalam tingkat awal, menengah, dan lanjut.Tingkat awal di dalam literasi media biasanya berupa pengenalan media, terutama efek positif dan negatif yang potensial diberikan oleh media.Literasi media tingkat menengah bertujuan menumbuhkan kecakapan dalam memahami pesan. Sementara tingkat lanjut dalam literasi media melahirkan output kecakapan memahami media yang lengkap sampai produksi pesan, struktur pengetahuan terhadap media yang relatif lengkap, dan pemahaman kritis pada level aksi, misalnya memberi masukan dan kritik pada organisasi dan menggalang aksi untuk mengritik media. Selain itu, literasi media berdasarkan lokasi kegiatan dilakukannya paling tidak muncul di tiga tempat, yaitu: di rumah atau tempat tinggal, sekolah, dan di kelompok–kelompokmasyarakat.

Bagaimana caranya melakukan Literasi Media
Bisa dikatakan memahami dan memunculkan kecakapan individu dalam menggunakan media adalah tujuan yang utama dalam kegiatan literasi media.Tujuan ini lebih penting bila dibandingkan dengan tujuan mengenalkan media atau pun menumbuhkan pemahaman kritis pada media. Terdapat tujuh kecakapan atau kemampuan yang diupayakan muncul dari kegiatan literasi media (Potter, 2004: 124),yaitu:
1.      Analyze/Menganalisa
   Kompetensi berikutnya adalah kemampuan menganalisa struktur pesan, yang dikemas dalam media, mendayagunakan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk memahami konteks dalam pesan pada media tertentu. Misalnya, mampu mendayagunakan informasi di media massa untuk membandingkan pernyataan-pernyataan pejabat publik, dengan dasar teori sesuai ranah keilmuannya. Kompetensi lainnya bisa diperiksa dengan kata kerja seperti, membedakan, mengenali kesalahan, menginterpretasi, dsb.
2.      Evaluate/Menilai
   Setelah mampu menganalisa, maka kompetensi berikutnya yang diperlukan adalah membuat penilaian(evaluasi). Seseorang yang mampu menilai, artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya; apakah informasi itu sangat penting, biasa, atau basi. Tentu saja kemampuan dalam menilai sebuah informasi itu dikemas dengan baik atau tidak, juga adalah bagian dari kompetensinya. Di sini, terjadi membandingkan norma dan nilai sosial terhadap isi yang dihadapi dari media.
3.      Grouping (Pengelompokkan) 
    Menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa caramenentukan setiap unsur yang berbeda dalam beberapa cara.
4.      Induction (Induksi) 
    Menyimpulkan suatu pola di set kecil elemen, maka pola generalisasi untuk semua elemen dalam himpunan tersebut.
5.      Deduction (Deduksi)
Menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan khusus.
6.      Synthesis (Sintesis)
Merakit unsur-unsur ke dalam struktur baru.
7.      Abstracting (Abstrak) 
 Menciptakan singkat, jelas, dan gambaran tepat menangkap esensi dari pesan dalam sejumlah kecil kata-kata dari pada pesan itu sendiri.
Kecakapan di atas sebaiknya juga diperkuat dengan aspek-aspek yang mesti dipahami dalam kegiatan literasi media (Silverblatt, 1995: 13), yaitu: 
- Proses 
- Konteks 
- Framework 
- Produksi nilai
         Proses di dalam aktivitas penguatan literasi media sangat dipengaruhi oleh tujuan kegiatan tersebut. Bila tujuan dari kegiatan literasi media adalah mengenalkan efek media, prosesnya tentu saja mendahulukan mengakses isi pesan yang diasumsikan berefek tak baik.Sementara itu, bila tujuan untuk mengenalkan aspek produksi, tentu saja prosesnya melibatkan produksi dan semua aspeknya.Konteks juga sangat berpengaruh pada kegiatan literasi media.Maraknya pembicaraan tentang pornografi membuat kegiatan literasi media sebaiknya juga merujuk pada kasus-kasus pornografi di media.Aspek framework terutama berkaitan dengan aspek produksi.Kerangka pandang konten media mempengaruhi kegiatan literasi media, terutama yang berkaitan dengan motif komersial.Terakhir, kegiatan literasi media seharusnya menjadikan individu khalayak media memiliki nilai tersendiri, mana konten media yang dipandang baik dan dipandang buruk.

Literasi Media di Indonesia
Di Indonesia, kegiatan literasi media lebih didorong oleh kekhawatiran bahwa media   dapat menimbulkan pengaruh negatif. Mereka yang prihatin dengan pola interaksi anak dengan media dan prihatin dengan isi media yang tidak aman dan tidak sehat biasanya berasal dari kalangan orangtua, guru, tokoh agama, LSM yang peduli dengan perlindungan anak, perguruan tinggi, kelompok mahasiswa, dan sebagainya. Mereka berusaha keras menemukan cara-cara yang bisa diterapkan dalam mengurangi jam anak menonton TV, memilih tayangan, melakukan pendampingan yang benar, dan melakukan sosialisasi melalui berbagai forum.

Periode 1990 – 2000: Periode Mencari Bentuk
Untuk menyederhanakan, perkembangan literasi media di Indonesia dapat dibagi dalam dua periode, yakni periode 1990-2000 dan periode 2000-2010. 
Tahun 1991, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menyelenggarakan sebuah workshop tingkat Asia-Pasific, tentang anak dan televisi di Cipanas.Dalam salah satu pasal deklarasinya, dinyatakan bahwa “Untuk maksud baik ataupun buruk, televisi ada di sekeliling jutaan anak.Mereka menonton apa saja yang ada di televisi, dan televisi akan terus menerus menimbulkan pengaruh dalam kehidupan anak di Asia baik fisik, mental, emosi, dan perkembangan spiritualnya.”
Deklarasi itu juga  mengakui peran penting yang seharusnya dimainkan oleh televisi dalam membantu tumbuh kembang anak yang baik, dan perlunya dikembangkan media literacy di kalangan anak-anak. 
Berbagai forum seminar lainnya, lebih menekankan pada dampak televisi pada anak dan bagaimana orangtua harus bersikap.Seminar-seminar ini banyak diselenggarakan oleh berbagai institusi, sekolah, perguruan tinggi, dan lain-lain.Forum seminar tersebut biasanya diselenggarakan selama satu sesi atau setengah hari dengan tema-tema populer yang dibutuhkan oleh orangtua dan guru.Pembahasan dalam forum tersebut dapat dikatakan merupakan sepenggal dari kegiatan literasi media yang utuh. 

Periode 2000 – 2010: Periode Pematangan
Pada periode ini, masih banyak bentuk kegiatan literasi media seperti dalam periode sebelumnya.Namun ada variasi berupa kegiatan kampanye literasi media yang dilakukan oleh LSM maupun organisasi mahasiswa.Kegiatan tersebut dilakukan melalui seminar pendek dan road show dengan melibatkan anak-anak.Sayangnya, gerakan tersebut dilakukan secara insidental dan kurang memikirkan bagaimana agar materi yang dikampanyekan bisa berjalan terus. 
Selain itu, pada tahun 2002 untuk pertama kalinya dilakukan penerapan literasi media melalui jalur sekolah yang menjadi mata pelajaran tersendiri.Ujicoba ini dilaksanakan di SDN Percontohan Johar Baru 01 Pagi Jakarta Pusat oleh YKAI.
Selanjutnya, Yayasan Pengembangan Media Anak sejak 2006 hingga 2010 secara serius melakukan ujicoba dan pengembangan literasi media dengan dukungan UNICEF. Dalam ujicoba tahun 2008, dilakukan evaluasi program melalui pre and post-test yang dilakukan oleh Tim Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Diponegoro.

Pentingnya Literasi Media
Literasi media sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi cerdas. Masyarakat harus memiliki kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan, sehingga dapat memilih mana media yang baik dan mana yang buruk
Demokrasi saat ini akan sulit ditegakkan, jika masyarakatnya tidak melek media. Media massa, sebagai salah satu pilar demokrasi, dapat berperan optimal jika masyarakatnya melek media. Bagaimana melek media bermanfaat bagi orang awam? Dalam era teknologi informasi yang berkembang demikian cepatnya, dimana kita sekarang sedang dikepung dan dibanjiri oleh informasi, tidak ada cara lain selain “masuk” terlibat di dalamnya, dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada jalan keluar, jalan lain untuk lari dari “kejaran” informasi. Kita membutuhkan informasi untuk mampu bertahan di era ini, demikian juga kita harus mampu memproduksi informasi dengan benar.
            Gerakan melek media ini berdasarkan pemahaman yang diambil dari berbagai sumber yang berbeda :
·         Khalayak adalah aktif, tetapi mereka belum tentu sadar akan apa yang mereka lakukan dengan media
·         Kebutuhan, kesempatan, dan pilihan khalayak didorong secara tidak alamiah oleh akses terhadap media dan konten media
·         Konten media dapat secara implisit dan eksplisit memberikan tuntunan terhadaptindakan
·         Orang-orang harus secara realistis mengukur bagaimana interaksi mereka dengan teks media dapat menentukan tujuan bahwa interaksi tersebut mendukung mereka di dalam lingkungan mereka
·         Orang-orang memiliki tingkatan berbeda dalam pengolahan konitif, dan hal ini dapat secara radikal memengaruhi bagaimana mereka menggunakan media dan apa yang bisa mereka dapatkan dari media

B.   SEJARAH LITERASI MEDIA
Sejarah literasi media dimulai pada tahun 1964 saat UNESCO mengembangkan prototipe model program pendidikan media yang hendak diterapkan di seluruh dunia. Pada waktu itu, baru 2 negara yang menaruh perhatian pada literasi media yakni Inggris dan Australia. Kalangan pendidik di 2 negara itu menyarankan pelaksanaan pendidikan untuk mencapai literasi media, ”agar anak-anak dan remaja secara kritis melihat dan membedakan apa yang baik dan apa yang buruk dalam media”.
Tahun 1970-an dan 1980-an, di negara-negara Amerika Latin, literasi media pada awalnya hanya mendapat perhatian dari kalangan LSM dan tokoh-tokoh masyarakat. Literasi media pada waktu itu lebih dipandang sebagai persoalan politik dan bukan persoalan pendidikan.
Di AS, perhatian besar terhadap literasi media baru diberikan sejak tahun 1990, setelah diselenggarakan “National Conference Leadership on Media Education”. Setelah itu, ada 15 negara bagian yang memasukkan literasi media ke dalam kurikulum sekolah.












DAFTAR PUSTAKA

Davis, D. K., dan S. J. Baran. (1981). Mass Communiction and Everyday Life: A Perspective on Theory and Effects. Belmont, CA: Wadsworth.
Ardianto, Elvinaro. 2003. “Public Relations: Konsepsi dan Profesi.” Jurnal Komunikasi dan Informasi. Bandung: Fikom Unpad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar