Rabu, 21 November 2012

Paradigma Kritis Dan Marxisme


A.    PARADIGMA KRITIS
Paradigma kritis (critical paradigm) adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikassi praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial. Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil. Meskipun terdapat beberapa variasi teori sosial kritis seperti; feminisme, cultural studies, posmodernisme -aliran ini tidak mau dikategorikan pada golongan kritis- tetapi kesemuanya aliran tersebut memiliki tiga asumsi dasar yang sama.
Ø  Pertama, semuanya menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Ilmuan kritis harus memahami pengalaman manusia dalam konteksnya. Secara khusus paradigma kritis bertujuan untuk menginterpretasikan dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas.
Ø  Kedua, paradigma ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usaha untuk mengungkap struktur-struktur yang sering kali tersembunyi. Kebanyakan teori-teori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk mengubah kekuatan penindas.
Ø  Ketiga, paradigma kritis secara sadar berupaya untuk menggabungakn teori dan tindakan (praksis). “Praksis” adalah konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis ini. Menurut Habermas (dalam Hardiman, 1993: xix) praksis bukanlah tingkah-laku buta atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Asumsi dasar yang ketiga ini bertolak dari persoalan bagaimana pengetahuan tentang masyarakat dan sejarah bukan hanya sekedar teori, melainkan mendorong praksis menuju pada perubahan sosial yang humanis dan mencerdaskan. Asumsi yang ketiga ini diperkuat oleh Jurgen Habermas (1983) dengan memunculkan teori tindakan komunikatif (The Theory of Communication Action).
Bagi paradigma kritis tugas ilmu sosial adalah justru melakukan penyadaran kritis masyarakat terhadap sistem dan struktur sosial yang cenderung “mendehumanisasi” atau membunuh nilai-nilai kemanusiaan (Fakih, 2001: 7). Gramsci menyebut proses penyadaran ini sebagai counter hegemony. Dominasi suatu paradigma harus dikonter dengan paradigma alternatif lainnya yang bisa memecahkan permasalahan dalam realitas sosial kemasyarakatan yang tidak terselesaikan oleh paradigam yang mendominasi. Proses dehumanisasi sering melalui mekanisme kekerasan, baik fisik dan dipaksakan, maupun melalui cara yang halus, di mana keduanya bersifat struktural dan sistemik. Artinya kekerasan dalam bentuk dehumanisasi tidak selalu jelas dan mudah dikenali karena ia cendrung sulit dilihat secara kasat mata dan dirasakan bahkan umumnya yang mendapatkan perlakuan kekerasan cendrung tidak menyadarinya. Kemiskinan struktural misalnya, pada dasarnya adalah bentuk kekerasan yang memerlukan suatu analisis yang lebih kritis untuk menyadarinya. Tegasnya, sebagian besar kekerasan terselenggara melalui proses hegemoni, yakni yaitu dalam bentuk mendoktrin dan memanipulasi cara pandang, cara berpikir, ideology, kebudayaan seseorang atau sekelompok orang, dimana semuanya sangat ditentukan oleh orang yang mendominasi. Kekuatan dominasi ini biasa dilanggengkan dengan kekuatan ekonomi maupun kekuatan politik, bahkan dengan ilmu pengetahuan. Seperti diungkapkan oleh Micheal Faucoult knowledge is power, siapa yang menguasai ilmu pengetahuan ialah yang menguasai dunia ini.
Bagi paradigma atau aliran kritis, dunia positivisme dan empirisme dalam ilmu sosial, struktural memang tidak adil. Karena ilmu sosial yang bertindak tidak memihak, netral, objektif serta harus mempunyai jarak, merupakan suatu sikap ketidakadilan tersendiri, atau bisa dikatakan melanggengkan ketidakadilan (status quo). Oleh karena itu, paradigma ini menolak bentuk objektivitas dan netralitas dari ilmu sosial. Jadi paradigma mengharuskan adanya bentuk subjektifitas, keberpihakan pada nilai-nilai kepentingan politik dan ekonomi golongan tertentu –terutama kaum lemah, golongan yang tertindas dan kelompok minoritas- dimana keberpihakan ini merupakan naluri yang dimiliki oleh setiap manusia.
Masa Depan Paradigma Ilmu Komunikasi
Paradigma kritis pada dasarnya secara epistemologi membenahi pandangan yang umum berlaku. Paradigma ini menyarankan pada teori dan ilmu sosial untuk tidak hanya memberi makna realitas sosial atau proses sosial belaka, tanpa memiliki implikasi pada praktik politik. Bagi paradigma kritis, justru tugas teori adalah membuat sejarah (Fakih, 2002: 94). Teori sosial bertugas untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk mampu berpikir dan bersikap kritis serta selalu berperilaku konstruktif terhadap realitas yang dihadapi. Cita-cita keadilan sosial mustahil dicapai tanpa melibatkan masyarakat yang tereksploitasi atau tertindas untuk terlibat dalam aksi refleksi kritis. Oleh karena itu, verifikasi kebenaran teori sosial tidak diukur oleh rumus ataupun angka, tetapi melalui verifikasi praktis yang berupa aksi masyarakat. Tegasnya, perubahan sosial itu sendirilah yang merupakan verifikasi dari teori ilmu sosial khususnya ilmu komunikasi.
Paradigma kritis sangat berperan menyadarkan kita, karenanya perlu perenungan tentang moralitas ilmu dan penelitian sosial. Karena teori dan penelitian ilmu komunikasi sangat berpengaruh terhadap praktek perubahan sosial, maka paradigma ilmu dan penelitian komunikasi merupakan faktor penting dalam menentukan arah perubahan social ke depan. Pandangan ilmu komunikasi kritis ini menempatkan rakyat sebagi subjek utama perubahan sosial dan rakyat haruslah diletakkan sebagai pusat proses perubahan dan penciptaan serta mengontrol pengetahuan itu sendiri. Jadi dalam hal ini, paradigma kritis boleh dikatakan memiliki dimensi aksi dan politis. Karena menurut paradigma ini tidak mungkin memisahkan antara teori sosial dan aksi politik, hal merupakan konsekuensi asumsi yang ketiga dimilikinya. Di sinilah nantinya peran ilmu komunikasi seharusnya mampu memungkinkan setiap orang untuk memberikan partisipasi dan kontribusinya masing-masing dalam perubahan sosial kemasyarakatan baik tingkat lokal maupun global.
Dalam paradigma kritis, ilmu komunikasi tidaklah sekedar digunakan untuk mengabdi untuk golongan lemah dan tertindas, tetapi yang lebih penting dan mendasar dari itu adalah teori komunikasi harus berperan dalam proses membangkitan kesadaran kritis, baik yang tertindas maupun yang menindas, terhadap sistem dan struktur sosial yan tidak adil. Teori komunikasi harus mengabdi pada proses transformasi sosial yakni untuk terciptanya hubungan (struktur) yang baru dan lebih baik. Dengan kata lain, dalam persepektif kritis, ilmu komunikasi tidaklah sekedar memihak pada yang tertindas dan yang termarginalisasi saja, tetapi lebih berusaha menciptakan ruang publik yang akan menumbuhkan kesedaran, baik bagi golongan penindas dan yang tertindas. Jadi penciptaan ruang publik-ruang publik tanpa eksploitasi, distorsi, hegemoni, dan bentuk-bentuk ketidakadilan lainnya adalah tujuan utama paradigma kritis, dimana fungsi utamanya diperankan oleh komunikasi. Syarat utama penciptaan ruang publik tersebut adalah komunikasi itu sendiri haruslah membebaskan. Oleh karena itu antara paradigma kritis dan tindak komunikasi tidak bisa dipisahkan dalam praktiknya (praksis).
B.     MARXISME
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis. Marxisme mencakup materialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada kehidupan sosial.
a)      Latar belakang
Marxisme merupakan dasar teori komunisme modern Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar dari marxisme.

b)     Pengaruh Marxisme
Salah satu alasan mengapa Marxisme merupakan sistem pemikiran yang amat kaya adalah bahwa Marxisme memadukan tiga tradisi intelektual yang masing-masing telah sangat berkembang saat itu, yaitu filsafat Jerman, teori politik Perancis, dan ilmu ekonomi Inggris. Marxisme tidak bisa begitu saja dikategorikan sebagai "filsafat" seperti filsafat lainnya, sebab marxisme mengandung suatu dimensi filosofis yang utama dan bahkan memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap banyak pemikiran filsafat setelahnya. Itulah sebabnya, sejarah filsafat zaman modern tidak mungkin mengabaikannya.
c)      Ilmu ekonomi sebagai dasar
Menurut Karl Marx, hal paling mendasar yang harus dilakukan manusia agar dapat terus hidup adalah mendapatkan sarana untuk tetap bertahan hidup.  Apapun yang bisa menghasilkan pangan, sandang, dan papan bagi mereka, serta untuk memenuhi kebutuhan dasar. Tidak ada yang bisa menghindar dari tugas memproduksi hal-hal itu.  Namun demikian, ketika cara-cara produksi berkembang dari tahap primitif, segera muncul kebutuhan agar tiap individu dapat melakukan spesialisasi, karena menemukan bahwa mereka akan lebih makmur dengan cara itu. Lalu, orang menjadi bergantung satu dengan yang lain. Produksi sarana hidup kini menjadi aktivitas sosial, bukan lagi aktivitas individu.
Dalam saling ketergantungan ini (masyarakat), setiap orang ditentukan hubungannya dengan sarana produksi. "Apa yang kulakukan seorang diri untuk penghidupanku menentukan sebagian besar hal pokok dalam cara hidupku, dan sekaligus merupakan kontribusiku terhadap masyarakat secara keseluruhan." Hubungan ini juga menentukan siapa saja yang punya kepentingan sama denganku dalam pembagian produk sosial itu dan siapa saja yang bertentangan dengan kepentinganku. Dengan cara pandang seperti itu, terbentuklah kelas-kelas sosial ekonomi, yang juga mengakibatkan timbulnya konflik di antara kelas-kelas itu
C.     Simpulan
Sudah saatnya bagi ilmu komunikasi untuk mampu membebaskan dan membangkitkan kesadaran kritis, baik bagi yang mendominasi maupun yang terdominasi. Selain itu, ilmu komunikasi harus mampu untuk mengadakan perubahan menuju terciptanya suatu hubungan (struktur) dan sistem sosial yang secara mendasar lebih baik, yakni suatu sistem masyarakat tanpa eksploitasi, tanpa penindasan, tanpa diskriminasi dan tanpa kekerasan. Dengan demikian, tugas teori komunikasi adalah memanusiakan kembali manusia yang telah lama mengalami dehumanisasi, baik yang menindas maupun yang tertindas. Tentunya, salah satu alternatif yang selayaknnya digunakan untuk ini adalah penggunaan paradigma kritis dalam ilmu komunikasi, untuk meng-counter dominasi paradigma lainnya.

1 komentar: